02 Desember 2008

BENANG KUSUT YANG SULIT TERURAI???...

BENANG KUSUT YANG SULIT TERURAI???...


Berburu ke padang datar,
Mendapat rusa belang kaki,
Berburu kepalang ajar,
Bagai bunga kembang tak jadi.
Berburu ke padang datar,
Mendapat rusa belang kaki,
Bermurid kepalang dasar,
Mengundang bala di kemudian hari.

Pantun di atas penulis temukan dalam kumpulan artikelnya Pak Andi Hakim Nasoetion (Alm) yang diterbitkan tahun 80-an. Lho…kok??? Sudah pantunnya kuno, ditulispun sudah hampir 30 tahun yang lalu, tidakkah sudah basi?? ..:) mungkin bukan basi lagi bahkan sudah jadi fosil. Tetapi toh kenyataannya sampai sekarang kondisinya masih tetap tidak banyak berubah. Malahan dari bunyi pantun di atas kita baru kita tahu maksud Pak Andi (Alm), bahkan bisa dibilang Pak Andi ‘ngerti sakdurunge winarah’ kata orang jawa.
Ngomong-ngomong tentang problematika pendidikan di Indonesia (boleh ya saya ikutan menyemarakkan tulisan tentang hal ini…he…he… daripada blog saya kosong ) seperti tidak ada habis-habisnya. Masih lekat dalam ingatan saya ketika itu saya menjadi salah satu staf pengajar bidang studi matematika di Madrasah Aliyah di lombok Timur NTB. Kebetulan saya suka dengan kepemimpinan kepala Madrasahnya (jika dilihat dari kedisiplinan dan kegigihannya untuk menginginkan madrasah, siswa dan guru-gurunya maju…bravo ustadz). Setiap kali selesai dilaksanakan Ujian akhir Semester (UAS) beliau mengadakan rapat dewan guru, dimana salah satunya dibahas tentang kendala-kendala yang dihadapi masing-masing guru bidang studi. Misalnya jika rata-rata siswanya dalam kelas masih kurang maka beliau akan bertanya kira-kira apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi.
Kebetulan mata pelajaran matematika termasuk pelajaran dengan nilai rata-rata yang stabil (jeleknya …), saya mendengar pembelaan dari salah satu guru matematika terhadap pertanggungjaweaban kelasnya. Beliau berkata ,”ustadz…nilai rata-rata siswa yang rendah disebabkan oleh pengetahuan dasar mereka yang tidak kuat. Jika fondasinya saja sudah tidak kuat bagaimana bisa mereka memahami materi berikutnya yang tentu saja lebih sulit daripada sebelumnya.” Ada lagi guru bidang studi lain yang saya dengar mengatakan bahwa input siswa memang sudah rendah karena tidak adanya seleksi pada saat mereka mendaftar pada tahun pertama mereka masuk Aliyah.
Saya berpikir, apa yang dikemukakan oleh teman-teman guru tersebut semuanya benar, dengan kata lain tidak ada yang salah alias mereka semua berhak mendapat nilai seratus…tus. Tetapi apakah adil jika kita selalu menyalahkan keadaan yang lampau, adilkah kita jika selalu menganggap bahwa ketidakpahaman siswa itu adalah warisan dari guru yang mengajar sebelumnya??? Jika keadaannya seperti ini, maka terjadi mata rantai yang tidak ada putusnya. Guru Aliyah (SMA) akan menyalahkan guru MTs-nya, guru MTs akan menyalahkan guru Minya. Berarti yang paling apes adalah guru TK, karena sudah tidak bisa menyalahkan siapa-siapa lagi, karena sudah tidak ada sasaran maka mereka kembalikan masalah tersebut ke orang tua masing-masing. Nah…lho…
Cara pandang oknum guru yang seperti itulah yang seharusnya kita kikis sedikit demi sedikit. Kita harus menanggalkan pepatah ‘jangan beri kami ikan, tetapi berilah kami kail yang ada ikannya’....(maaf, ini adalah plesetan pepatah yang biasanya saya buat lelucon di antara kawan-kawan saya). Berarti memang harus kembali ke jalan yang benar dengan menggunakan pepatah ‘jangan beri kami ikan, tetapi berilah kami kail’. Kapan???... tidak usah menunggu lama-lama, sekarang saja kita mulai. Kenapa harus menunggu orang lain yang memulai. Mungkin dengan cara seperti ini tidak ada lagi (ya…minimal berkurang sedikit…) saling menyalahkan di antara guru-guru kita. Pantang terus maju mundur…eh…salah ya, maju terus pantang mundur!!...majulah pendidikan Indonesia.
Menurut hemat saya, tidak ada salahnya (malah sangat baik) jika kita bisa memulai dari diri kita sendiri. Tanyakan kepada diri kita apa yang sudah kita berikan kepada orang lain, dan jangan tanyakan apa yang sudah orang lain berikan kepada kita. Mungkin pepatah (atau apalah…namanya) ini cocok untuk mengilustrasikan semua hal tersebut.
Jadi biarkan anjing menggonggong, kita jalan terus saja. Biarkan kondisi pendidikan kita jika boleh dikatakan sangat memprihatinkan, bukan berarti kita harus ikut terpuruk dalam keprihatinan. Tidak usah menunggu orang lain untuk memulai, tapi kita harus memulai dengan diri kita sendiri. Bayangkan jika semua guru mempunyai pikiran seperti ini, pasti sistem akan berjalan dengan sendirinya. Hidup pendidikan Indonesia!!!...Merdekka...sekali merdeka tetap merdeka...he..he...

Tidak ada komentar: